Perkembangan modern dalam komunikasi dibuat lebih real, mereka telah membuat kemungkinan yang lebih besar berdasar khayalan. (Innis 1982: 82)
Buku ini berusaha untuk berpendapat bahwa pendekatan media teknologi yang memungkinkan seseorang untuk menjelaskan media apa yang lebih memadai daripada fokus pada lembaga, organisasi atau produk. Selain itu, melalui buku ini tentu saja juga akan menjadi mempunyai dampak langsung pada media yang dilakukan. Di sini akan membahas salah satu lintasan yang paling berpengaruh berteori media-teknologi.
Teknologi informasi dan komunikasi membangkitkan sebuah revolusi baru yang berdasarkan informasi. Kemajuan teknologi ini memungkinkan kita dapat memproses, menyimpan dan mengambil-ulang dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk apapun yang diambilnya – lisan, tertulis atau visual – tanpa dirintangi oleh jarak, waktu dan volume. Revolusi informasi ini menambah kapasitas baru yang besar terhadap kecerdasan manusia dan membentuk suatu sumber yang mengubah cara kita bekerja bersama dan cara kita hidup bersama.
Perubahan sosial selalu terjadi setiap saat secara terus menerus. Perubahan sosial tersebut terjadi karena diinginkan atau sebagai dampak dari perubahan pada sektor lain yang terkait dengan masalah sosial. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terbukti berperan sebagai salah satu faktor pengubah tatanan sosial. Perubahan sosial yang diakibatkan oleh pemanfaatan TIK terjadi di lingkungan ekonomi, bisnis, politik, pemerintahan, dan terutama dalam pergaulan antar anggota masyarakat. Dampak dari perubahan yang bersifat positif menjadikan faktor pengubah beralih peran dari yang semula sebagai alat menjadi tujuan agar dapat dimiliki untuk mengubah kondisi pemiliknya. Implikasi dari interaksi semacam ini menuntut dukungan semua pihak terutama pemerintah agar mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk memiliki TIK menjadi berkesempatan memanfaatkannya, perubahan sosial yang terjadi dari pemanfaatan TIK dapat terkendali, sehingga dampak negatifnya minimal, serta adanya perlindungan bagi pengguna TIK dari tindak kejahatan yang dilakukan sesama pengguna TIK. Netralitas dan fleksibilitas TIK menjadikan peran sosial TIK sangat tergantung pada pengendalinya.
Perubahan Kebudayaan Masyarakat Indonesia
Catatan perjalanan pembangunan di Indonesia telah banyak diulas oleh para peneliti. Salah satunya hasil penelitian Soemardjan dan Breazeale. Penelitian yang mengulas tentang perubahan budaya pada masyarakat pedesaan Indonesia sebagai akibat kebijakan pembangunan peedesaan yang diambil oleh pemerintah orde baru. Kebijakan pembangunan perdesaan yang dilakukan oleh pemerintah diwijudkan dengan modernisasi, sebuah pendekatan pembangunan yang lazim dilakukan oleh negara berkembang. Fokus telaah dalam penelitian ini adalah beberapa program pembangunan perdesaan, antara lain; listik masuk desa, informasi masuk desa, pemberantasan buta huruf, PKK, KB, KUD dan intensifikasi pertanian (BIMAS).
Pembangunan perdesaan dengan perspektif modernisasi berasumsi pada dua kutub yang saling berbeda, yaitu pemerintah dalam posisi superior (pusat) dan masyarakat perdesaan sebagai posisi inferior (periferi). Perubahan selalu berasal dari pemerintah yang “menganggap dirinya lebih maju” dibandingkan masyarakat perdesaan. Budaya tradisional dianggap sebagai salah satu penghambat sehingga perlu digantikan oleh budaya modern yang lebih produktif. Orientasi utama pembangunan perdesaan adalah pada peningkatan taraf ekonomi masyarakat perdesaan yang pada akhirnya akan meningkatkan pula taraf ekonomi bangsa. Perubahan mendasar yang terjadi adalah semakin terkikisnya budaya tradisional oleh budaya modern. Masyarakat tradisional pada dasarnya sudah memiliki “pola pengaturan” kehidupan sosialnya sejak lama namun semuanya harus mengalami transformasi menuju “pola pengaturan” baru yang oleh pemerintah dianggap lebih baik (”modern”).
Pemikir fungsionalis menegaskan bahwa perubahan diawali oleh tekanan-tekanan kemudian terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang selalu berlangsung tidak sempurna. Artinya teori ini melihat adanya ketidakseimbangan yang abadi yang akan berlangsung seperti sebuah siklus untuk mewujudkan keseimbangan baru. Variabel yang menjadi perhatian teori ini adalah struktur sosial serta berbagai dinamikanya. Penyebab perubahan dapat berasal dari dalam maupun dari luar sistem sosial. Perubahan kebudayaan ini dapat terjadi karena adanya faktor pendorong yaitu pemerintah. Pemerintah telah menjadi pihak yang memberikan introduksi dari luar sistem sebuah perubahan melalui pogram pembangunan perdesaan.
Polarisasi antara pemerintah dan masyarakat perdesaan menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan program pembangunan. Senjang kebudayaan yang terjadi perlu dijembatani oleh “broker budaya”, yaitu pihak yang menjadi perantara antara “budaya modern” dan “budaya tradisional. Peran elit desa sangat dominan dalam keberhasilan program pembangunan perdesaan ini. Mereka umunya menjadi corong pemerintah. program pembangunan perdesaan bersifat top down dan berjenjang dari pemerintah pusat hingga tingkat desa.
Di dalam kelompok sendiri pada dasarnya telah terbangun sebuah kebiasaan-kebiasaan dan norma-norma. Perubahan mungkin saja tidak terjadi apabila terdapat penolakan-penolakan dari dalam kelompok. Proses perubahan membawa kelompok pada keseimbangan baru. Perubahan terjadi apabila driving forces lebih kuat dibandingkan resistences. Pada tahap ini seringkali terjadi konflik dan “polarisasi” di dalam kelompok. Kelompok mayoritas akan berusaha menekan kelompok minoritas. Seringkali kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di dalam kelompok didasarkan pada relasi antara individu dan standar perilaku di dalam kelompok. Beberapa individu mungkin memiliki perilaku yang berbeda dengan standar perilaku di dalam kelompok. Apabila individu tetap mempertahankan perbedaan tersebut maka individu akan dikucilkan oleh kelompok dan bahkan akan “dikeluarkan” dari kelompok. Oleh karenanya seringkali individu harus berusaha untuk melakukan usaha konformis untuk menyesuaikan dengan standar kelompoknya.
Peran pemerintah sebagai sumber perubahan tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Salah satu faktor pendorong yang tidak dapat diabaikan adalah teknologi. Perkembangan teknologi modern memberikan andil yang sangat besar dalam membawa perubahan pada masyarakat perdesaan. BIMAS dapat berjalan dengan sukses karena adanya inovasi teknologi di bidang pertanian. Demikian pula dengan program pembangunan perdesaan lainnya. Perkembangan teknologi kesehatan, transportasi dan komunikasi turut memberi warna dalam “keberhasilan” perubahan kebudayaan masyarakat perdesaan.
Penting untuk diingat bahwa Ilmu Komunikasi muncul sebagai yang khas disiplin dalam zaman di mana komunikasi elektronik sudah dominan. Artinya, mengikuti logika pemisahan lengkap media dan konten.
Innis mengungkapkan keterbatasan dan kondisi tertentu dari masing-masing media yang sedang digunakan, i.e., bias mereka. Bisa berkaitan dengan masalah (yaitu, masalah melalui mediasi yang terjadi, seperti kertas, pers, elektronik kabel, mikroprosesor, keyboard, dll). Materi jangkar mediasi dalam dunia materi dan hibah mediasi dengan sifat molekuler. Bahkan digitalisasi komunikasi,masih ada masalah (sebagai hardware); listrik masih harus dibuat dan masih memerlukan kabel nirkabel (Mackenzie 2005), semua elektronik mengalir masih mengandalkan bahan infrastruktur.
Tidak seperti Nietzsche, bagaimanapun, Innis mencari reproduksi struktural bias berasal dari biophilosophy tertentu (yakni, vitalisme). Sebagai politik ekonom, Innis sendiri mungkin sangat hafal terhadap ekonomi infrastruktur dari proses sejarah. Lebih khususnya, Innis tertarik pada bagaimana peradaban berkembang dalam kaitannya dengan tiga drive memaksimalkan terhadap control, sebagai monopoli atas kekayaan, monopoli kekuasaan dan monopoli atas pengetahuan (Comor 2003).
Comor's membaca Innis menekankan bahwa di samping fokusnya pada ekonomi, ada dimensi politik yang penting kepada teori komunikasi juga.
Namun, Innis (1972) berhati-hati untuk menyatakan bahwa kapasitas ini tidak ada batasnya secara eksklusif dari media-as-teknologi (yaitu, sifat internal materi dan bentuk), tetapi dari mereka praktis, fungsional, operasional, dan di atas semua embedding sosial (i.e., penggunaan dan know-how).
Harus jelas bahwa Innis (1972) sangat kritis terhadap pandangan intentionalist sejarah dan titik balik sedang dikurangi dengan sengaja dan menghendaki tindakan individu. Sebaliknya, dengan analisis historis menunjukkan bagaimana pikiran itu sendiri sedang diproduksi dan dikondisikan, berfokus pada titik-temu antara komunikasi dan transportasi, dan membawa hal ini dalam hubungannya dengan militer, politik, ekonomi dan kekuatan religius. Komunikasi dikembangkan melalui aplikasi tertentu selectiveness. Orang terkait dengan cara penyiaran dibuat untuk fungsi berkenaan dengan politik dan aksi militer, serta pembentukan seperangkat keterampilan tertentu dan pengetahuan dari waktu ke waktu (misalnya, propaganda, disinformasi strategis, public relations, spin, dll).
Thursday, January 14, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment